IKLAN HARI INI

Sunday, March 18, 2007

GENERIK, OBAT RASIONAL

Meski pun harganya lebih murah, obat generik sama khasiatnya dengan obat bermerek। Pasien pun berhak meminta obat kepada dokter dan apotik
Konsumsi obat perkapita di Indonesia ternyata cukup rendah. “ Diperkirakan hanya US$ 4-5 per orang setiap tahun. Bandingkan dengan singapura yang lebih dari US $ 25 “ ujar muhamad Dani Pratomo, Direktur Utama PT. Indofarma (persero), Tbk. Ini bukan berarti masyarakat kita lebih sehat, sementara daya belinya masih rendah. Hal itu menunjukan kebutuhan akan obat tetap ada.

“ mereka yang tidak mampu sering membeli setengah obat resep dokter. Itu berbahaya. Antibiotik misalnya, tidak bisa dikonsumsi setengah resep karena bisa membuat kuman kebal akan obat,” tutur Dani. Selain itu menurutnya, masyarakat berhak atas pengobatan dokter dengan obat yang diresepkan, diharapkan tidak hanya mengandalkan obat bebas.

Untuk itu dibutuhkan obat dengan mutu dan khasiat yang setara tetapi harganya terjangkau, yaitu obat generik yang diproduksi sebagai alternative obat dengan merek dagang yang telah ada. Secara kimia obat generik mengandung zat aktif serupa, terbukti keamanan dan khasiatnya setara. Obat generik boleh dipasarkan setelah proteksi paten dari obat dengan merek dagang pertamanya berakhir. Obat generik diijinkan pemerintah bila produsennya dapat menjamin produksi yang berkualitas tinggi, aman, dan efektif, sesuai standar CPOB (cara pembuatan obat yang baik).

Harga obat generik bisa lebih terjangkau karena tidak ada biaya promosi. Sebagai ‘salinan’ obat bermerek, obat generik tidak perlu biaya penelitian dan pengembangan awal. Harganya ditetapkan pemerintah. Misalnya, Indofarma memiliki obat batuk dan pengencer dahak dengan nama generik Ambroxol. Harganya Rp. 120 per butir tablet 35 miligram. Sementara harga obat serupa untu merek dagang tertentu kurang lebih Rp. 1.319, lebih mahal sepuluh kali lipat. Padahal ambroxol telah teruji.

Sebagai produsen obat generik utama . Indofarma dibangun pemerintah untuk melayani kebutuhan rakyat akan obat-obatan dengan harga semurah-murahnya, karena 90 persen produknya adalah obat generik. “Perusahaan ini memiliki sumber daya manusia yang dedikasinya kuat terhadap kualitas obat,” ujar Muhamad Naguib, Direktur Marketing Indofarma.

“Kami memproduksi obat generik yang masuk dalam ketagori DOEN (daftar obat essensial nasional), yang memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tuturnya lagi. Dalam DOEN terdapat 250 jenis obat, 150 jenis diantaranya diproduksi Indofarma. Indofarma secar regular mengirimkan obat-obatab untuk dites, dan terus bertambah. Sampai dengan tahun ini sekitar 50 jenis obat generik Indofarma lulus uji BABE ( Bio availibility dan Bio akivalensi). Kini Sekitar 120 jenis obat aktif diperdagangkan Indofarma, antara lain antibiotik, golongan sefalosfarine, antihipertensi, gemfibrozil, dan sebagainya.

Lantaran harganya terjangkau, obat generik sering dianggap ‘kelas dua’. Padahal di negar maju seperti di Amerika dan Eropa, pangsa pasar obat generik bisa 30-40 persen. Kalau dihitung per unit, bisa sampai 50 persen. Itu karena sistem asuransi kesehatannya sudah berjalan dengan baik. Perusahaan asuransi menentukan obat-obat yang boleh dipakai dan yang lebih efisien. “Sayang, asuransi kesehatan di Indonesia belum berkembang. Apalagi apotik pada umumnya lebih suka menjual obat bermerek karena untungnya lebih baik,” tambah Naguib.

Memasyarakatkan obat generik memang tidak bisa oleh Indofarma sendiri. Di mata Naguib, pemerintah, dokter, apotik dan media massa harus membantu. Pasien pun lebih aktif membela haknya. Pemerintah mesti memperluas jangkauan layanan asuransi kesehatan, sehingga perusahaan asuransi bisa ikut berperan menentukan, agar obat generik lebih banyak ditulis dalam resep dokter.

Sasaran obat generik Indofarma adalah rumah sakit, yang sebagaimana pun butuh obat dengan harga terjangkau karena tidak semua pasiennya mampu membeli obat yang mahal. Sasaran berikutnya adalah dokter, yang tidak semuanya ‘anti’ obat generik karena pasiennya ada juga yang datang dari kelas menengah bawah. Masalahnya mayoritas pasien enggan menimba pengetahuan dan masih tergantung pada obat yang ditulis dalam resep dokter. “ Oleh karena itu yang kami harapkan adalah pasiennya sendiri sadar akan hak-haknya. Pasien bisa dan berhak meminta obat generik kepada dokter dan apotik,” Naguib meyakinkan.

Tahun ini pasar farmasi nasional diperkirakan meningkat menjadi Rp. 20 triliun dan pangsa obat generik akan naik menjadi 12 persen. Indofarma berupaya merebut pasar obat bermerek. Bagaimana pun peran oabat generik sangat penting, karena dari 40-50 juta penduduk miskin di Indonesia semuanya pernah jatuh sakit dan berhak atas layanan kesehatan yang layak. (dikutip dari Koran Tempo)

No comments:

IKLAN HARI INI

Slide.com

Picturetrail

Hosting review!